Rabu, 24 Maret 2010

Adab, Akhlak

ADAB, AKHLAK, dalam ISLAM

Dalam surat Qaaf tersebut jelas sekali bahwa setiap patah kata yang terucap dari mulut kita dicatat oleh malaikat Allah swt yang tidak pernah berdusta maupun korupsi untuk menyembunyikan keburukan maupun kebaikan perkataan seorang manusia dari Allah swt. Dan andaipun hal itu terjadi, maka sesungguhnya “inna robbakalbilmirshood”, “sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mengawasimu”. Maka tidak akan ada sedikitpun kata yang akan terlewat dari pendengaran Allah swt.

Untuk itu, hendaknya kita mengetahui bagaimanakah Islam mengajarkan tata cara dalam berbicara yang baik, sehingga kita tidak akan terjerumus dalam limbah dosa yang disebabkan oleh lidah kita, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Ingatlah bahwa segala sesuatu itu ada ilmunya, dan Islam adalah agama yang memiliki aturan atas setiap aktivitas kehidupan umatnya, dari masalah-masalah yang kecil hingga masalah-masalah yang besar. Maka sudah menjadi kewajiban umat muslimlah untuk terus menuntut dan memperdalam ilmu Islam agar tidak salah dalam melangkah, agar tidak salah dalam berucap.

Lidah adalah salah satu perangkat tubuh yang sangat vital bagi manusia, sekaligus salah satu perangkat tubuh yang juga dapat menjerumuskan seorang manusia dalam murka dan azab Allah swt yang sangat pedih. Maka dari itu kita harus mampu untuk mengontrol gerak lidah dengan baik. Untuk mengontrol lidah agar tidak berbicara dalam kemungkaran, Islam telah memberikan aturannya dengan jelas yang kemudian disebut dengan adab berbicara. Menurut kacamata Islam, adab berbicara memiliki beberapa poin yang jika direalisasikan insya Allah akan mengontrol lidah agar senantiasa berbicara dalam kebaikan dan menghindari ucapan-ucapan atau pembicaraan yang berbau maksiat, sebagaimana firman Allah swt yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al Ahzab : 70). Berikut adalah poin-poin yang terdapat di dalam adab berbicara tersebut:

1. Berpikir sebelum berbicara

Hendaknya, segala sesuatu yang kita ucapkan merupakan kalimat atau kata-kata yang merupakan hasil pemikiran dan renungan dari dalam hati nurani, bukan merupakan kata-kata yang terlontar sembarangan. Pikirkanlah apakah ucapan yang akan akan disampaikan merupakan sebuah kebenaran dan kebaikan atau bukan. Tanyakan terlebih dahulu pada hati nurani, apakah ucapan yang akan dilontarkan berbau maksiat atau tidak. Dan tentunya, pemikiran serta perenungan tersebut pun harus dilandaskan pada prinsip-prinsip Islam, amar ma’ruf dan nahi munkar. Hendaknya, kalimat atau kata yang kita ucapkan mengandung nilai-nilai kebaikan. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah saw berikut:

“Dalam Islam mengajak umat agar senantiasa menjaga lisan. Dengan begitu, lisan menjadi selalu digunakan untuk sesuatu yang baik, tidak bertentangan dengan kehendak Allah swt. Rasulullah SAW bersabda, “Lisan orang yang berakal muncul dari balik hati nuraninya. Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Apabila ada manfaat baginya, ia berbicara dan apabila dapat berbahaya, maka ia menahan diri. Sementara hati orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa saja yang ia maui.”
(HR. Bukhari-Muslim).

Berkata yang baik juga merupakan salah satu ciri orang yang beriman kepada Allah swt. Maka jika ada seseorang yang mengaku beriman kepada kepada Allah swt namun masih suka mengucapkan kata-kata kotor, dusta, masih gemar bergossip, suka memfitnah, serta perkataan-perkataan berbau maksiat dan kemungkaran yang lain, bisa dikatakan bahwa imannya masih pincang atau cacat.

Sekiranya kita tidak mampu untuk berbicara yang baik, atau kita merasa bibir ini gatal manakala mendengar orang bergossip, maka sebaiknya menjauhlah dari hal-hal tersebut. Jangan turut mendengarkan, yang akan memancing kita untuk turut serta. Rasulullah saw bersabda:

“Siapa yang beriman Kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.”
( HR. Bukhari dan Muslim )

Inti pada poin pertama ini adalah, hendaknya pembicaraan selalu berada dalam lingkaran kebaikan, bukan merupakan pembicaraan yang mengandung kemaksiatan atau kemungkaran.

Mengenai perintah untuk selalu berbicara dalam kebaikan ini, Allah swt juga telah menegaskan melalui firman-Nya di dalam Al Quran, yang artinya:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,” (QS. Al Mu’minun : 1-3)

Di dalam surat yang lain, Allah swt juga berfirman:

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia.”
(QS. An Nisa : 114)

2. Berbicara dengan jelas dan tidak bertele-tele

Islam menganjurkan umatnya untuk selalu berbicara dengan jelas sehingga dapat dipahami dengan baik oleh semua yang mendengarkan. Hindari kebiasaan berbicara bertele-tele yang dapat menyebabkan pendengar justru menjadi tidak mengerti maksud yang akan disampaikan. Selain itu, pembicaraan yang bertele-tele juga akan menimbulkan kejenuhan dan rasa tidak nyaman kepada pendengar, dan akhirnya pembicaraan itu dapat menghilangkan keihklasan dari pendengar. Dalam hal ini Rasulullah saw telah bersabda:

“Bahwasanya perkataan Rasulullah saw itu selalu jelas sehingga bias dipahami oleh semua yang mendengar.” (HR. Abu Daud)

Dalam hadist lain, Rasulullah saw juga telah berkata, “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak omong dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai Rasulullah kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi saw: “Orang-orang yang sombong.” (HR. Tirmidzi dan dihasankannya)

Ucapan yang jelas dan tidak bertele-tele akan meminimalisir terjadinya kesalah pengertian pihak pendengar dalam menangkap dan mengartikan maksud dari si pembicara. Ucapan yang jelas di sini tentunya juga mengandung pengertian tidak terlalu cepat, sehinga kata perkata dapat terdengar dengan baik oleh pendengar.

3. Tidak mengucapkan kebathilan

Salah satu yang juga termasuk di dalam adab berbicara adalah menghindarkan diri dari perkataan yang bathil, yaitu membicarakan kebathilan tanpa tujuan yang dibenarkan syariat.

Banyak sekali manusia yang terjerumus dalam perkara yang satu ini. Dan sebagian besar penyebabnya adalah karena mereka menganggap sepele terhadap apa yang akan dan telah mereka ucapkan. Ketika mereka mengucapkan satu kebathilan, sebenarnya hati kecil mereka mengerti bahwa ucapan tersebut tidak baik. Namun, seolah ada bisikan kecil yang menyusup ke dalam hati, kemudian berkata lirih namun begitu dahsyat pengaruhnya, “Halah…Cuma gitu aja!”, “Itu mah masalah sepele…!”, “Halah…Cuma bercanda kok!”, dan sebagainya. Bisikan-bisikan semacam itulah yang akhirnya membuat seseorang dengan PD-nya (Percaya Diri), tanpa rasa bersalah maupun berdosa mengucapkan kebathilan tersebut.

Sungguh, merugilah orang-orang yang sampai saat ini masih mempertahankan dan mengikuti bisikan-bisikan semacam itu. Apakah mereka berpikir bahwa Allah swt memiliki pemikiran yang sama dengan dirinya yang dhoif itu? TIDAK! Allah swt adalah Zat yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna, mustahil bagi-Nya disamai oleh makhluk-Nya dalam hal apapun.

Ketahuilah, bahwa bisa jadi Allah swt menganggap sepele terhadap sesuatu yang kita anggap besar. Dan sebaliknya, bisa jadi Allah swt menganggap besar terhadap sesuatu yang kita anggap sepele. Karena hanya Dia-lah yang Maha Tahu atas segala sesuatu, hanya Dia-lah yang Maha Benar. Dalam hal ini Rasulullah saw telah bersabda:

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah swt yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh Allah swt keridhoan-Nya bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah swt yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah swt mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.”
(HR. Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Cobalah renungkan sejenak sabda Rasulullah saw diatas, betapa perkataan yang dianggap sepele tersebut ternyata dapat menjerumuskan seseorang ke dalam murka Allah sw hingga datangnya hari kiamat kelak.

4. Tidak berkata keji dan mencela

Rasulullah saw bersabda, “Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih)

Dengan kata lain, hadits di atas mengatakan bahwa orang-orang yang beriman adalah orang-oran yang selalu berbicara dalam kebaikan. Atau dapat juga dikatakan bahwa orang-orang yang suka berkata keji itu bukanlah termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beriman. Untuk itu, jika seseorang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepada Allah swt maka tidak ada lagi kata-kata keji yang akan terlontar dari mulutnya.

Seseorang yang beriman akan selalu berusaha dengan keras untuk menahan nafsu yang selalu mengajaknya untuk emosi dan akhirnya mengeluarkan kata-kata yang keji atau kotor, menjauhi kebiasaan mencela yang dapat menyakiti hati orang lain.

5. Tidak sombong dan banyak berbicara

Hindarilah kebiasaan terlalu banyak bicara, karena hal ini dapat menimbulkan kejenuhan bagi pendengarnya. Keingingan kita untuk menyampaikan sesuatu hendaknya dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami dan tidak terlalu bertele-tele. Pendengar yang sudah dikuasai oleh kejenuhan dapat kehilangan konsentrasi yang akhirnya tidak dapat menyerap isi dari perkataan si pembicara.

“Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai abu Abdurrahman (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainya anda mau mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku kuatir membosankan kalian, karena akupun pernah meminta yang demikian pada nabi saw dan beliau menjawab kuatir membosankan kami .“ (HR. Muttafaq ‘alaih)

Janganlah bersikap sok pintar yang seolah-olah mengerti akan banyak hal. Sikap sok pintar dan ingin dipuji sebagai orang yang pandai atau memiliki banyak ilmu pengetahuan akan membuat seseorang menjadi terlalu banyak berbicara. Dan hal ini justru tidak akan menimbulkan pujian dari pendengar, melainkan akan menimbulkan rasa bosan dan kesal kepada si pendengar. Sikap sok pintar merupakan salah satu sifat yang paling dibenci oleh Rasulullah saw, sebagaimana dinyatakan di dalam hadits Jabir ra:

“Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun”. Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: “Orang-orang yang sombong”. (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani)

6. Menghindari dusta

Salah satu perkataan yang banyak menimbulkan kerugian adalah dusta. Dusta dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain maupun diri sendiri. Memutar balikkan fakta, yang benar dapat dikatakan salah dan yang salah dapat dikatakan benar. Besar sekali kerugian orang yang terkena efek dusta ini. Seseorang bisa dijebloskan ke dalam penjara yang akan menghancurkan nama baik, pekerjaan, kuliah, sekolah, masa depan dan kehidupannya karena kesaksian palsu yang dibuat. Dusta merupakan salah satu perkataan yang wajib dihindari oleh umat muslim yang beriman. Karena, dusta merupakan salah satu dari tiga tanda orang munafik, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR. Bukhari)

Ingatlah, bahwa Rasulullah saw telah memberikan jaminan surga bagi mereka yang senantiasa menghindari dusta. Hal ini tertuang dalam salah satu hadistnya yang artinya:

“Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.”
(HR. Abu Daud)

7. Menghindari ghibah, menceritakan aib orang lain, dan panggilan yang buruk

Salah satu perkataan yang memiliki dampak negatif yang cukup besar adalah ghibah. Ghibah atau menggunjing merupakan perbuatan tercela yang dapat menghancurkan ikatan persaudaraan. Maka dari itu, kejahatan ghibah ini hendaknya tidak dibiarkan terus menggerogoti persatuan umat Islam. Selalu hindarkan diri dari ghibah atau menggunjing yang akan mengancurkan ukhuwah Islamiyah bahkan ukhuwah insaniyah kita.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda, “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah saw menjawab, “Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw juga berkata, “Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Orang-orang yang suka menggunjing itu diibaratkan sebagai orang yang hobi memakan daging dari tubuh saudaranya yang sudah mati, memakan bangkai saudaranya. Hal ini telah di nyatakan oleh Allah swt dengan jelas melalui firman-Nya di dalam Al Quran yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Selain itu, Allah swt juga melarang hamba-Nya untuk membicarakan aib orang lain, mencela, memperolok-olok, memanggil saudaranya dengan panggilan atau gelar-gelar yang buruk. Dapat kita temui di masa sekarang, dikalangan ABG dan muda-mudi, betapa panggilan dengan sebutan yang buruk ini justru telah menjadi trend yang berkembang dengan pesat. Padahal Allah swt telah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka [yang diolok-olok] lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujurat : 11)

Rasulullah saw juga telah bersabda, “Siapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)

Aib dan rahasia saudara kita yang telah kita ketahui merupakan salah satu amanah yang harus tetap kita jaga kerahasiaannya. Tidak patut bagi seorang muslim untuk menceritakan aib dan rahasia saudaranya, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)

Perlu juga diketahui bahwa di dalam Islam ada beberapa jenis Ghibah yang diperbolehkan, namun masalah ini insya Allah akan dibahas dalam artikel selanjutnya.

8. Meminimalisir canda dan tawa

Canda dan tawa itu memang penting sebagai penyegar dalam kehidupan manusia. Hanya saja Allah swt tidak menyukai canda dan tawa yang berlebihan. Kelak di hari kiamat, Allah swt memandang orang-orang yang suka tertawa dan bercanda serta membuat orang lain tertawa dengan berlebihan sebagai seburuk-buruk manusia.

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi Allah swt di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR. Bukhari)

Jika dengan membuat orang tertawa dengan berlebihan saja telah menjadikan orang tersebut sebagai seburuk-buruk manusia di sisi Allah swt, lalu bagaimana lagi dengan mereka yang membuat kebohongan untuk membuat orang lain tertawa terbahak-bahak?

9. Menjauhi perdebatan sengit

Perdebatan adalah salah satu tindakan yang memang sangat sulit untuk dihindari di masa seperti sekarang ini, dimana Islam sendiri telah terpecah menjadi banyak aliran. Hal itu masih ditambah lagi dengan adanaya bisikan syaithan yang biasa disebut dengan “Gengsi”, yang kini telah merajai sebagian besar hati umat Islam. Jika salah satu aliran berkata begini, maka… Gengsi Dong bagi aliran lain jika tidak menanggapinya. Jika satu aliran merasa bahwa pendapat aliran yang lain tidak sesuai, maka…Gengsi bagi alirannya jika tidak menyanggah dan mengeluarkan pendapatnya. Hal-hal semacam inilah yang akhirnya membuka peluang untuk terjadinya perdebatan sengit, perdebatan yang bukan bertujuan untuk mencari sebuah solusi, tapi perdebatan yang bertujuan untuk mempertahankan pendapat pribadi atau aliran masing-masing. Sebuah perdebatan yang hanya bertujuan untuk mempertahankan Gengsi-nya masing-masing. Sebuah perdebatan yang hanya akan menimbulkan perpecahan. Padahal Rasulullah saw telah bersabda:

“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Memang bukanlah hal yang mudah untuk menghindari terjadinya suatu perdebatan, manakala kita mendengar sebuah pendapat yang tidak sesuai dengan pengetahuan yang telah kita dapatkan, terlebih lagi jika pendapat itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang kita miliki. Namun, itulah perjuangan fiisabilillah, harus ada godaan dan tantangannya. Ingatlah, bahwa Rasulullah saw telah menjamin surga bagi orang-orang yang dapat menghindarkan diri dari perdebatan. Bukankah surga itu jauh lebih baik daripada mendapatkan kepuasan karena telah memenangkan sebuah perdebatan yang hanya akan menjatuhkan suatu pihak dan akhirnya menimbulkan perpecahan? Rasulullah saw telah bersabda:

“Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR. Abu Daud)

10. Mengulangi kata-kata yang penting

Jika memang dirasa perlu, maka diperbolehkan mengulangi kata-kata yang memang dianggap penting. Tentunya hal ini akan lebih baik daripada pendengar tidak menangkap dan memahami ucapan si pembicara dengan baik. Insya Allah dengan mengulangi kata-kata yang memang di anggap penting juga dapat meminimalisir resiko kesalah pahaman diantara kedua belah pihak (pendengar dan pembicara).

Anas ra telah berkata : “adalah Rasulullah saw jika berbicara maka beliau mengulanginya sampai tiga kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi paham, dan apabila Rasulullah saw mendatangi rumah seseorang maka ia pun mengucapkan salam sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari)

11. Berhati-hati dan adil dalam memuji

Kalau mau jujur, maka niscaya tidak ada seseorang yang tidak suka terhadap pujian. Setiap orang pasti senang dan berbunga-bunga manakala mendapatkan sebuah pujian. Namun, Islam dengan bijaksananya telah mengingatkan umatnya untuk senantiasa berhati-hati kepada mereka yang suka mengumbar pujian.

Memang, pujian itu senantiasa terdengar indah dan manis. Dan hal itulah yang telah banyak membuat manusia lalai. Satu contoh kasus, satu ketika ada seorang pemuda muslim yang sangat zuhud, ahli ibadah, dan sangat istiqomah dengan sholat berjamah. Tanpa sadar, lama kelamaan kezuhudan dan keistiqomahannyapun berubah haluan. Yang tadinya hanya ditujukan kepada Allah swt, sekarang mengarah kepada sombong, riya, ujub, dan sebagainya. Hal ini terjadi tanpa ia sadari setelah ia mendengar dari rekannya bahwa ada seorang gadis muslimah yang memuji ketaatannya tersebut. Sejak itu, ia pergi ke masjid agar gadis tersebut tetap takjub kepadanya. Ia pergi ke masjid karena malu kepada gadis itu seandainya sang gadis tahu bahwa ia telah absen dari sholat berjamaah.

Di sini kita dapatkan sisi negatif dari sebuah pujian. Untuk itu, berhati-hatilah dalam menerima maupun memberikan pujian. Janganlah memuji seseorang dengan berlebihan. Jangan sampai pujian yang kita berikan justru akan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kehancuran. Jangan sampai pujian yang diberikan orang kepada kita justru akan menjauhkan kita dari Allah swt.

Dari Abdurrahman bin abi Bakrah dari bapaknya berkata: Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka kata nabi saw: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (Rasulullah saw mengucapkannya hingga dua kali), lalu Rasulullah saw berkata: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga Allah mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun disisi Allah, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Mengingat besarnya bahaya yang tersembunyi dari sebuah pujian, maka dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk menaburkan pasir ke wajah orang yang suka mengumbar pujian.

Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: “Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi sawmemerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji.” (HR. Muslim)

12. Berbicaralah dengan tenang

Berbicara dengan tenang dan tidak tergesa-gesa merupakan salah satu adab dalam berbicara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Kata-kata atau kalimat yang diucapkan dengan tenang, tentunya akan lebih jelas, enak didengar, dan mudah dimengerti daripada kata-kata atau kalimat yang diucapkan dengan tergesa-gesa, apalagi tanpa jeda.

Aisyah ra berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya.” (Mutta-faq’alaih).

13. Tidak membicarakan semua yang telah didengar

Tidaklah pantas bagi seorang mukmin untuk membicarakan segala sesuatu yang telah ia dengar. Karena, mungkin saja di dalam perkataan yang telah ia ucapkan tersebut terdapat rahasia dan aib orang lain, yang orang tersebut tidak menginginkan aib atau rahasianya dibeberkan. Dan dikhawatirkan, bahwa apa yang telah didengar itu merupakan suatu kebohongan, yang jika diceritakan kepada orang lain maka artinya ia pun telah berperan dalam penyebar luasan suatu kebohongan. Itulah mengapa Rasulullah saw telah mengatakan bahwa membicarakan segala sesuatu yang didengar merupakan dosa.

Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw telah bersabda: “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar”. (HR. Muslim)

14. Tidak memotong maupun memonopoli pembicaraan

Berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan ide, opini, dan unek-uneknya. Jangan memonopoli pembicaraan dan membuat orang lain menjadi pendengar setia anda. Sikap memonopoli pembicaraan dapat menyinggung perasaan pendengar, karena ia merasa dianggap bodoh dan tidak tahu apa-apa. Dan yang sudah tentu tidak dapat dihindari dari si pendengar adalah kejenuhan.

Tunggulah hingga lawan bicara menyelesaikan pembicaraannya, jangan menyela atau memotong ucapannya. Tentunya hal ini akan membuat kesal dan tersinggung lawan bicara. Anda akan dianggap tidak memiliki etika jika memotong pembicaraan seseorang.

Janganlah menganggap remeh apa yang telah disampaikan oleh lawan bicara. Dan jangan pula memandang rendah kepada lawan bicara. Tanggapi semua opini dan ucapan lawan bicara dengan baik.

Demikianlah Islam telah mengatur etika atau adab-adab dalam berbicara agar pembicaraan tidak menjadi sebuah media yang akan menjerumuskan seseorang dalam kubangan dosa, namun menjadi media yang akan membawa seseorang dan umat menuju rahmat dan surganya Allah swt.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan memberikan barokah bagi kita semua. Amin.

Selasa, 23 Maret 2010

Pembuka Ketenangan Jiwa

Solat Istikharah – Pembuka Ketenangan Jiwa dan Kedamaian Hati

Pertama sekali, marilah kita sama-sama beristighfar dan mengucap syukur di atas nikmat yang Allah berikan kepada kita berupa kemanisan iman dan islam.
Dengan dua nikmat ini, Allah memberikan kita kebersihan hati dalam menilai segala perkara dan menenangkan kita terhadap musibah yang menimpa.

Sebagai permulaan, mari kita melihat dan merenung , apakah yang dimaksudkan dengan istikharah.
Istikharah merupakan salah satu cara yang Allah berikan kepada kita, sebagai salah satu medium kita berserah , tunduk kepadaNYA.
Ianya hanyalah medium perantaraan antara kita dengan Allah, sedangkan natijah yang terhasil dari istikharah itu sendiri adalah pergantungan diri kita terhadap Allah.

Isi terpenting pada istikharah adalah kepercayaan, keyakinan dan kebergantungan kita kepada Allah,itulah yang dimahukan dari istikharah.
Bukanlah istikharah itu kita bergantung pada ruku’ dan sujud yang dilakukan , tetapi adalah tunduknya HATI pada segala ketentuan yang ALLAH telah aturkan.

selain dari itu, istikharah tidak memperlihatkan masa depan kita, ianya hanyalah medium antara kita dan Allah, sebagai tanda kita betul-betul mengharapkan petunjukNYA dalam setiap perkara yang dilakukan.

Ada yang memahami, bahawa dengan istikharah , maka jawapan paling tepat adalah melalui mimpi. Tidak sekali-kali.
Istikharah merupakan penyerahan penuh diri seorang hamba terhadap segala ketentuan Tuannya.

Dan istikharah dilakukan setelah usaha secara optimum terhadap perkara yang ingin kita lakukan.

Sebagai contoh , dalam bab mencari jodoh, seseorang gadis didatangi seornag pemuda yang entah dari mana datangnya berjumpa dengan keluarganya, menyatakan hasrat di hati ingin memperisterikan gadis tersebut. Maka adalah menjadi tugas warisnya dan dirinya menyelidiki siapakah pemuda tersebut. Apakah benar baik agamanya , kedudukannya seperti yang diberitakan.

Maka perlu bagi warisnya atau diupah seseorang untuk pergi ke kawasan perumahan pemuda tersebut, bertanyakan jiran-jirannya, tentang akhlaknya, agamanya, pekerjaannya, sikapnya. Setelah selesai semua penyelidikan, maka perkara seterusnya, terserahlah pada gadis tersebut.

Di sinilah peri pentingnya istikharah, dalam menentukan bahawa keputusan yang diambil tidak berdasarkan kegopohan bahkan dari ketenangan hati.

Contoh kedua , apabila sedang dalam pertimbangan mencari sebuah rumah. Maka setelah segala usaha dibuat, diselidiki dan dibuat perbincangan, maka solat istikharah dilakukan, agar segala keputusan yang hadir benar-benar dari ketenangan hati.

Perbincangan , penelitian yang hadir serta nasihat-nasihat yang diterima hasil dari perbincangan adalah satu satu cara seseorang itu memohon istikhrah dari Allah.
Penyerahan kita pada Allah dalam menentukan hasil yang akan kita perolehi adalah setelah kita berusaha secara optimum sebelum dan selepas solat sunat istikharah.

Isi Terpenting Istikharah

Mengapa dalam pelbagai hal, perlu kita istikharah?

Apakah tidak boleh terus sahaja kita melakukan hal tersebut?

Kita tidak menafikan bahawasanya kita mempunyai akal yang diberikan dengan penuh kesempurnaan, tetapi kesempurnaan akal dalam berfikir punyai hijab yang kita tidak boleh menyingkapnya, itulah perkara akan datang.

Keterbatasan akal merupakan salah satu kekurangan yang akal punyai, dan kekurangan ini perlu ditampung dengan sesuatu, agar kelak kemudian, ianya menjadi suatu kesempurnaan.

Inilah yang dimahukan Tuhan Yang Mencipta, Allah, yang Maha Bijaksana, Dia memberikan manusia sesuatu tetapi tidak memberikannya sepenuhnya, agar manusia kembali kepadanya.


Oleh itu, ingatkan kamu kepadaKU (dengan mematuhi hukum dan undang-undangKU) supaya aku membalas kamu dengan kebaikan dan bersyukurlah kamu kepadaKU dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKU) (152)

Wahai sekalian orang-orang yang beriman ! Mintalah pertolongan dengan jalan sabar dan dengan sembahyang kerana sesungguhnya Allah menyertai (menolong) orang-orang yang bersabar (153) (Sapi Betina -Albaqarah)


Bila Mahu Dilakukan?

Imam Bukhari;

Mahfum Hadis: Dari Jabir ra., ia berkata: “Nabi pernah mengajarkan kepada kami Istikharah dalam berbagai urusan, seperti mengajarkan sebuah surah dalam Al Quran. Kalau seseorang dari kamu menghendaki sesuatu, maka hendaklah ia solat dua rakaat, kemudian berdoa:

Ya Allah! Aku mohon pemilihan Mu menerusi pengetahuan Mu dan aku mohon kekuatan Mu menerusi kudrat Mu serta aku minta pada Mu sebahagian dari limpah kurnia Mu yang sangat besar. Sesungguhnya Engkau amat berkuasa sedangkan aku tidak berkuasa, Engkau amat mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui dan sesungguhnya Engkau amat mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah kiranya Engkau mengetahui bahawa perkara ini adalah baik bagiku dalam urusan agama ku juga dalam urusan penghidupan ku serta natijah pada urusan ku, kini dan akan datang, maka tetapkan lah ia bagi ku dan permudahkanlah ia untukku, serta berkatilah daku padanya. Dan kiranya Engkau mengetahui bahawa perkara ini membawa kejahatan kepadaku dalam urusan agamaku, juga dalam urusan penghidupanku dan natijah urusanku, kini dan akan datang, maka elakkanlah ia dariku dan tetapkanlah kebaikan untukku sebagaimana sepatutnya, kemudian jadikanlah daku meredhainya.


Mengapa Solat?

Kerana solat itu penghubung antara hamba dan Tuannya.

Di dalam solat itulah terdapat saat Allah paling dekat dengan hambaNYA, itulah sujud.

Dengan solat, seseorang boleh mengadu kepada Tuhannya seperti seorang anak mengadu kepada ibunya.

Kasih sayang Tuhan, melebihi kasih sayang seorang ibu.

Dengan solat juga, ianya peluang dan saat mengingati Tuhan paling maksimum.

Setiap tindakan , ruku’ , i’tidal, sujud , berdiri , tahiyyat, semuanya memuji-muji Allah, penguasa sekelian Alam.

Maka benarlah, solat itu pengubat hati yang bergelora, hati yang gersang dengan kasih sayang, hati yang memerlukan bimbingan, maka solatlah, ianya punca kedamaian dan ketenangan.

Takdir

Memahami Takdir Dengan Benar

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.

Antara Qodho’ dan Qodar

Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan.[1] Jika disebutkan qodho’ saja maka mencakup makna qodar, demikian pula sebaliknya. Namun jika disebutkan bersamaan, maka qodho’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu. Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Dengan demikian qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qodho’.[2]

Empat Prinsip Keimanan kepada Takdir

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah. Perlu kita ketahui bahwa keimanan terhadap takdir harus mencakup empat prinsip. Keempat prinsip ini harus diimani oleh setiap muslim.

Pertama: Mengimani bahwa Allah Ta’ala mengetahui dengan ilmunya yang azali dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang dilakukan oleh Allah maupun perbuatan makhluknya. Semuanya terjadi dalam pengilmuan Allah Ta’ala.

Kedua: Mengimanai bahwa Allah Ta’ala telah menulis dalam lauhul mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat. Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.

Dalil kedua prinsip di atas terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {70}

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ {59}

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).

Sedangkan dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah sabda Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi[3]

Ketiga: Mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit maupun di bumi. Semuanya terjadi atas kehendak Allah Ta’ala, baik itu perbuatan Allah sendiri maupun perbuatan makhluknya.

Keempat: Mengimani dengan penciptaan Allah. Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu baik yang besar maupun kecil, yang nyata dan tersembunyi. Ciptaan Allah mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya. Perkataan dan perbuatan makhluk pun termasuk ciptaan Allah.

Dalil kedua prinsip di atas adalah firman Allah Ta’ala,

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ {62} لَّهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَاتِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ {63}

“.Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.”(QS. Az Zumar 62-63)

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَاتَعْمَلُونَ {96}

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu“.” (QS. As Shafat:96).[4]

Antara Kehendak Makhluk dan Kehendak-Nya

Beriman dengan benar terhadap takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat. Hal ini karena dalil syariat dan realita yang ada menunjukkan bahwa manusia masih memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu.

Dalil dari syariat, Allah Ta’ala telah berfirman tentang kehendak makhluk,

ذَلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ فَمَن شَآءَ اتَّخَذَ إِلىَ رَبِّهِ مَئَابًا {39}

“Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (QS. An Nabaa’:39)

نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ… {223}

“Isteri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. …”(Al Baqoroh:223)

Adapun tentang kemampuan makhluk Allah menjelaskan,

فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ {16}

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At Taghobun :16)

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ رَبَّنَا …{286}

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….”(QS. Al Baqoroh:286)

Sedangkan realita yang ada menunjukkan bahwa setiap manusia mengetahui bahwa dirinya memiliki kehendak dan kemampuan. Dengan kehendak dan kemampuannya, dia melakukan atau meninggalkan sesuatu. Ia juga bisa membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan kehendaknya (seperti berjalan), dengan sesuatu yang terjadi tanpa kehendaknya, (seperti gemetar atau bernapas). Namun, kehendak maupun kemampuan makhluk itu terjadi dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’la karena Allah berfirman,

لِمَن شَآءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ {28} وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {29}

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir:28-29). Dan karena semuanya adalah milik Allah maka tidak ada satu pun dari milik-Nya itu yang tidak diketahui dan tidak dikehendaki oleh-Nya.[5]

Macam-Macam Takdir

Pembaca yang dirahmati Allah, perlu kita ketahui bahwa takdir ada beberapa macam:

[1] Takdir Azali. Yakni ketetapan Allah sebelum penciptaan langit dan bumi ketika Allah Ta’ala menciptakan qolam (pena). Allah berfirman,

قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلاَّ مَاكَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ {51}

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At Taubah:51)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallaam bersabda, “… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi[6]

[2] Takdir Kitaabah. Yakni pencatatan perjanjian ketika manusia ditanya oleh Allah:”Bukankah Aku Tuhan kalian?”. Allah Ta’ala berfirman,

} وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ {172} أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ ءَابَآؤُنَا مِن قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَةً مِّن بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنًا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ {173}

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu ?” (QS. Al A’raaf 172-173).

[3] Takdir ‘Umri. Yakni ketetapan Allah ketika penciptaan nutfah di dalam rahim, telah ditentukan jenis kelaminnya, ajal, amal, susah senangnya, dan rizkinya. Semuanya telah ditetapkan, tidak akan bertambah dan tidak berkurang. Allah Ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِناَّ خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي اْلأَرْحَامِ مَانَشَآءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أُشُدَّكُمْ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّى وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلاَ يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى اْلأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَآءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ {5}

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS. Al Hajj:5)

[5] Takdir Hauli. Yakni takdir yang Allah tetapkan pada malam lailatul qadar, Allah menetapkan segala sesuatu yang terjadi dalam satu tahun. Allah berfirman,

حم {1} وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ {2} إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ {3} فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ {4} أَمْرًا مِّنْ عِندِنَآ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ {5}

Haa miim . Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah , (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul” (QS. Ad Dukhaan:1-5)

[5] Takdir Yaumi. Yakni pnentuan terjadinya takdir pada waktu yang telah ditakdirkan sbelumnya. Allah berfirman,

يَسْئَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ {29}

Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan . “ (QS. Ar Rahmaan: 29). Ibnu Jarir meriwayatkan dari Munib bin Abdillah bin Munib Al Azdiy dari bapaknya berkata, “Rasulullah membaca firman Allah “ Setiap waktu Dia dalam kesibukan”, maka kami bertanya: Wahai Rasulullah apakah kesibukan yang dimaksud?. Rasulullah bersabda :” Allah mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan meninggikan suara serta merendahkan suara yang lain[7]

Sikap Pertengahan Dalam Memahami Takdir

Diantara prinsip ahlus sunnah adalah bersikap pertengahan dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah, tidak sebagaimana sikap ahlul bid’ah. Ahlus sunnah beriman bahwa Allah telah menetapkan seluruh taqdir sejak azali, dan Allah mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir tersebut, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah tetapkan.

Adapun orang-orang yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah, mereka bersikap berlebih-lebihan. Yang satu terlalu meremehkan dan yang lain melampaui batas. Kelompok Qodariyyah, mereka mengingkari adanya takdir. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak menakdirkan perbuatan hamba. Menurut mereka perbuatan hamba bukan makhluk Allah, namun hamba sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Mereka mengingkari penciptaan Allah terhadap amal hamba.

Kelompok yang lain adalah yang terlalu melampaui batas dalam menetapkan takdir. Mereka dikenal dengan kelompok Jabariyyah. Mereka berlebihan dalam menetapkan takdir dan menafikan adanya kehendak hamba dalam perbuatannya. Mereka mengingkari adanya perbuatan hamba dan menisbatkan semua perbuatan hamba kepada Allah. Jadi seolah-olah hamba dipaksa dalam perbuatannya.[8]

Kedua kelompok di atas telah salah dalam memahai takdir sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil. Di antaranya firman Allah ‘Azza wa Jalla,

لِمَن شَآءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ {28} وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {29}

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. At Takwiir:28-29)

Pada ayat (yang artinya), “ (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menempuh jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk Jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi hamba. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mereka yang mengatakan bahwa hamba dipaksa tanpa memiliki kehendak. Kemudian Allah berfirman (yang artinya), “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.” Dalam ayat ini terdapat bantahan untuk Qodariyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh hamba tanpa sesuai dengan kehendak Allah karena Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.[9]

Takdir Baik dan Takdir Buruk

Takdir terkadang disifati dengan takdir baik dan takdir buruk. Takdir yang baik sudah jelas maksudnya. Lalu apa yang dimaksud dengan takdir yang buruk? Apakah berarti Allah berbuat sesuatu yang buruk? Dalam hal ini kita perlu memahami antara takdir yang merupakan perbuatan Allah dan dampak/hasil dari perbuatan tersebut. Jika takdir disifati buruk, maka yang dimaksud adalah buruknnya sesuatu yang ditakdirkan tersebut, bukan takdir yang merupakan perbuatan Allah, karena tidak ada satu pun perbuatan Allah yang buruk. Seluruh perbuatan Allah mengandung kebaikan dan hikmah. Jadi keburukan yang dimaksud ditinjau dari sesuatu yang ditakdirkan/hasil perbuatan, bukan ditinjau dari perbuatan Allah. Untuk lebih jelasnya bisa kita contohkan sebagai berikut.

Seseorang yang terkena kanker tulang ganas pada kaki misalnya, terkadang membutuhkan tindakan amputasi (pemotongan bagian tubuh) untuk mencegah penyebaran kanker tersebut. Kita sepakat bahwa terpotongnya kaki adalah sesuatu yang buruk. Namun pada kasus ini, tindakan melakukan amputasi (pemotongan kaki) adalah perbuatan yang baik. Walaupun hasil perbuatannya buruk (yakni terpotongnya kaki), namun tindakan amputasi adalah perbuatan yang baik. Demikian pula dalam kita memahami takdir yang Allah tetapkan. Semua perbuatan Allah adalah baik, walaupun terkadang hasilnya adalah sesuatu yang tidak baik bagi hambanya.

Namun yang perlu diperhatikan, bahwa hasil takdir yang buruk terkadang di satu sisi buruk, akan tetapi mengandung kebaikan di sisi yang lain. Allah Ta’ala berfirman :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ {41}

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum:41). Kerusakan yang terjadi pada akhirnya menimbulkan kebaikan. Oleh karena itu, keburukan yang terjadi dalam takdir bukanlah keburukan yang hakiki, karena terkadang akan menimbulkan hasil akhir berupa kebaikan.[10]

Bersemangatlah, Jangan Hanya Bersandar Pada Takdir

Sebagian orang memiliki anggapan yang salah dalam memahami takdir. Mereka hanya pasrah terhadap takdir tanpa melakukan usaha sama sekali. Sunngguh, ini adalah kesalahan yang nyata. Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita dari bersikap malas? Apabila kita sudah mengambil sebab dan mendapatkan hasil yang tidak kita inginkan, maka kita tidak boleh sedih dan berputus asa karena semuanya sudah merupakan ketetapan Allah. Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”[11] [12]

Faedah Penting

Keimanan yang benar terhadap takdir akan membuahkan hal-hal penting, di antaranya sebagai berikut :

Pertama: Hanya bersandar kepada Allah ketika melakukan berbagai sebab, dan tidak bersandar kepada sebab itu sendiri. Karena segala sesuatu tergantung pada takdir Allah.

Kedua: Seseorang tidak sombong terhadap dirinya sendiri ketika tercapai tujuannya, karena keberhasilan yang ia dapatkan merupakan nikmat dari Allah, berupa sebab-sebab kebaikan dan keberhasilan yang memang telah ditakdirkan oleh Allah. Kekaguman terhadap dirinya sendiri akan melupakan dirinya untuk mensyukuri nikmat tersebut.

Ketiga: Munculnya ketenangan dalam hati terhadap takdir Allah yang menimpa dirinya, sehingga dia tidak bersedih atas hilangnya sesuatu yang dicintainya atau ketika mendapatkan sesuatu yang dibencinya. Sebab semuanya itu terjadi dengan ketentuan Allah. Allah berfirman,

مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {22} لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَافَاتَكُمْ وَلاَتَفْرَحُوا بِمَآ ءَاتَاكُمْ …{23}

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS. Al Hadiid:22-23).[13]

Demikian paparan ringkas seputar keimanan terhadap takdir. Semoga bermanfaat. Alhamdulillahiladzi bi ni’matihi tatimmush shaalihat.


"Do'a Shalat Istikhoroh"

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيْمِ , فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ , وَلاَ أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ , اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ ـ وَيُسَمَّي حَاجَتَهُ ـ خَيْرٌ لِي فِي دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي ـ أَوْ قَالَ : عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ـ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمََّ بَارِكْ لِي فِيْهِ , وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌ لِي فِي دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي ـ قَالَ : عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ـ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي بِهِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku minta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu, dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Maha Kuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (disebutkan masalahnya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku –atau Nabi bersabda “di dunia atau di akhirat” takdirkanlah untukku, mudahkan-lah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkanlah persoalan tersebut dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku dimana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku“ (Jabir bin Abdullah berkata: “Adalah Rasulullah mengajarkan kami do’a) Istikharah dalam semua urusan sebagaimana dia mengajarkan kami surat dalam Al Qur’an, beliau bersabda: “Jika salah seorang kamu sedang mengalami permasalahan maka shalatlah.

TEMPAT MENCARI KEDAMAIAN HATI HAYATI KEDAMAIAN MEKKAH AL-MUKARRAMAH

(Semoga suatu hari nanti kita semua berpeluang menjadi tetamu Allah s.w.t.)

kaabahmalam.jpg (47115 bytes)

masjidnabi.gif (44581 bytes) mekah1.gif (169368 bytes)

mekah2.gif (220539 bytes) mekah11.gif (97874 bytes)

mekah12.gif (104397 bytes) mekah14.gif (85956 bytes)

mekah15.gif (122282 bytes)

Ibu dan Anak


Ibu, Pendidik Pertama dan Utama


Tugas utama seorang wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummu a rabbatul bait). Tugas utama ini tidak bisa tergantikan, karena Allah SWT telah menetapkan bahwa wanitalah tempat ‘persemaian’generasi manusia dan tempat menghasilkan ASI (Air Susu Ibu) sebagai makanan terbaik di awal kehidupannya. Hal ini harus kita pahami sebagai fungsi utama wanita dalam kehidupan ini. Sebab hal yang demikian itu tidak bisa diperankan oleh laki-laki.

Untuk menjamin kelangsungan hidup manusia, Allah SWT telah menetapkan beberapa hukum yang khusus buat wanita. Diantaranya hukum tentang kehamilan, kelahiran, penyusuan, pengasuhan anak dan masa iddah bagi wanita yang ditinggal suami (karena cerai/meninggal). Bahkan Allah SWT telah memberikan keringanan kepada wanita agar dirinya mampu menjalankan tugas-tugas tersebut dengan baik, seperti tidak wajib bekerja mencari nafkah bagi dirinya maupun keluarganya, boleh berbuka puasa pada bulan Ramadlan bagi wanita hamil dan menyusui. Semua hukum tersebut adalah untuk melindungi wanita agar tugas utamanya dapat terlaksana dengan baik.

Islam telah menempatkan wanita pada posisi yang mulia dengan tugasnya sebagai ibu. Tanpa keikhlasan dan kerelaan seorang ibu memelihara janin yang dikandungnya selama 9 bulan, tidak akan lahir anak manusia ke bumi ini. Demikian pula dengan kerelaannya dan kesabarannya ketika menyusui dan mengasuh bayinya, hal itu akan berperan besar terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan anak. Posisi seorang wanita yang ridlo dengan kehamilannya sebanding (dari segi pahala) dengan seorang prajurit yang berperang di jalan Allah dan ia sedang berpuasa.

Seorang ibu memiliki peran yang sangat vital dalam proses pendidikan anak sejak dini, sebab ibulah sosok yang pertama kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman, dan sosok pertama yang dipercaya dan didengar omongannya. Karenanya ibu menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Peran itu sangat menentukan kualitas masyarakat dan negaranya. Sedemikian penting peran ibu dalam menentukan masa depan masyarakat dan negaranya, sampai kaum perempuan (ibu) tersebut diibaratkan tiang negara.

Kedekatan fisik dan emosional ibu dengan anak sudah terjalin secara alamiah mulai masa mengandung, menyusui dan pengasuhan. Kasih sayang seorang ibu merupakan jaminan awal untuk tumbuh kembang anak dengan baik dan aman. Para ahli berpendapat bahwa kedekatan fisik dan emosional merupakan aspek penting keberhasilan pendidikan. Di sinilah arti penting peran ibu terhadap pendidikan anak usia dini.

Untuk menjalani peran ini Allah SWT telah memberikan potensi pada ibu berupa kemampuan untuk hamil, menyusui serta naluri keibuan. Disamping itu, Allah SWT juga telah menetapkan serangkaian syariat yang memerintahkan ibu untuk menjalankan perannya sesuai dengan potensi yang telah Allah berikan. Seperti anjuran untuk menyusui anak selama 2 tahun, mewajibkan ibu untuk mengasuh anaknya selama masa pengasuhan (hadlonah), yakni sampai anak bisa mengurus dirinya sendiri. Hal ini akan mendorong ibu untuk melakukan semua tanggung jawabnya semata karena mematuhi perintah Allah SWT. Sesungguhnya anak bagaikan ‘radar’ yang dapat menangkap setiap obyek yang ada di sekitarnya. Perilaku ibu adalah kesan pertama yang ditangkap anak.

Apabila seorang ibu memiliki kepribadian agung dan tingkat ketaqwaan yang tinggi, maka kesan pertama yang masuk ke dalam benak anak adalah kesan yang baik.
Kesan yang baik ini akan menjadi landasan yang kokoh bagi perkembangan kepribadian anak ke arah ideal yang diinginkan. Disamping itu, anak sendiri membutuhkan figur contoh (qudwah) dalam mewujudkan nilai-nilai yang ditanamkan kepadanya selama proses belajar di masa kanak-kanak, sebab akal anak belum sempurna untuk melakukan proses berpikir. Ia belum mampu menterjemahkan sendiri wujud nilai-nilai kehidupan yang diajarkan kepadanya. Kekuatan figur ibu akan membuat anak mampu untuk menyaring apa-apa yang boleh dan tidak boleh diambil dari lingkungannya. Karena anak menjadikan apa yang diterima dari ibunya sebagai standar nilai.

Para pakar pendidikan mengajarkan bahwa keteladanan adalah media pendidikan yang paling efektif dan berpengaruh dalam menyampaikan tata nilai kehidupan. Dalam hal ini ibulah orang yang paling tepat untuk berperan sebagai qudwah pertama bagi anak. Ibulah yang paling besar peranannya dalam memberi warna pada pembentukan kepribadian anak, sehingga dibutuhkan ibu yang berkualitas yang akan mampu mendidik anaknya dengan baik. Pembinaan kepribadian anak menjadi tanggung jawab orang tua terutama ibu. Keluarga berperan menjadi wadah pertama pembinaan agama dan sekaligus membentenginya dari pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari luar. Peran orang tua terutama ibu menjadi penting karena ibulah yang paling tahu bagaimana perkembangan dan kemajuan anak, baik fisik maupun mentalnya.

Kehadiran orang tua (terutama ibu) dalam perkembangan jiwa anak amat penting. Bila anak kehilangan peran dan fungsi ibunya, sehingga dalam proses tumbuh kembangnya anak kehilangan pembinaan, bimbingan, kasih sayang, perhatian dan sebagainya, maka anak akan mengalami “deprivasi maternal”. Deprivasi maternal dengan segala dampaknya dalam perkembangan dapat terjadi tidak hanya jika anak semata-mata kehilangan figur ibu secara fisik (loss), tetapi juga bisa dikarenakan tidak adanya (lack) peran ibu yang amat penting dalam proses imitasi dan identifikasi anak terhadap ibunya. Deprivasi maternal pada anak usia dini jauh lebih besar pengaruhnya daripada anak pada usia yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan hubungan kasih sayang antara ibu dan anak terputus. Sering dijumpai pada anak-anak yang semacam ini suatu gangguan yang dinamakan “Attachment Disorder” atau “Failure to Thrive”. Pada kelainan kejiwaan semacam ini biasanya anak telah mengalami penyimpangan (distorsi).

Pada awal perkembangan, anak memerlukan stimulasi dini yang diberikan oleh ibu melalui panca indra fungsi-fungsi mental emosional agar anak terpacu
dan berkembang. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami deprivasi maternal juga mempunyai resiko tinggi untuk menderita gangguan perkembangan kepribadiannya, yaitu perkembangan mental intelektual, mental emosional bahkan perkembangan psikososial dan spiritualnya. Tidak jarang dari mereka bila kelak telah dewasa akan memperlihatkan berbagai perilaku menyimpang, anti sosial, bahkan tindak kriminal.

Kondisi inilah yang semestinya menyadarkan para ibu (atau calon ibu) akan pentingnya peran ibu dalam mencetak generasi unggul. Para ibu tak boleh terlena dengan julukan ”surga di bawah telapak kaki ibu”. Mestinya keagungan julukan itu mendorong para ibu untuk menjalankan peran terbaiknya, terutama pada masa-masa mendidik anak yang berada pada tahap usia dini.(*)

Senin, 22 Maret 2010

Mutu Pendidikan Kita


Ngomongin soal pendidikan emang seperti kagak ada matinya. Semakin sering diobrolin, kian banyak penemuan baru dan data anyar tentang bidang yang satu ini. Entah data yang mengenakkan, atau justru data yang bikin enek. Nggak apa-apa. Yang penting, kita bisa ngambil hikmahnya dari kenyataan tersebut.

Kalo mau mikirin lebih jauh, emang sih kita juga suka bingung. Jumlah sekolah di negeri ini udah nggak bisa diitung dengan jari dari dua tangan kita, lho. Saking banyaknya tentu. Dari semua itu, tentu aja bisa kamu bayangkan berapa puluh juta siswa yang mampu diserap oleh sekolah. Belum lagi perguruan tinggi, baik yang plat merah, alias perguruan tinggi negeri, maupun yang swasta punya. Wuah, jumlahnya banyak banget tuh.

Oke deh, dari soal jumlah kita memang menang. Pokoknya kagum, bahwa negara dan pihak swasta bisa membangun sekolah. Dan itu boleh kita acungin jempol. Bahkan ada juga di antara mereka yang melengkapinya dengan fasilitas yang canggih dan mewah. Hanya saja persoalannya nggak berhenti di situ. Kita masih menyimpan segudang tanda tanya. Boleh dibilang tanda tanya besar. Pertanyaannya sederhana saja sebetulnya. Begini, mengapa kualitas pendidikan kita selalu berjalan di tempat? Ini untuk tidak mengatakan terbelakang, lho. Bener. Nggak meningkat gitu.

Banyak hal sebetulnya, tapi kita mulai dari beberapa persoalan yang bisa kita lihat langsung akibatnya. Pertama, soal beban pelajaran. Kedua, masalah moralitas pendidik dan siswanya. Ketiga, mengenai kesejahteraan bagi tenaga pendidik. Keempat, tentang tujuan pendidikan. Kita rasa keempat persoalan ini yang secara langsung bisa mempengaruhi level mutu pendidikan di negeri ini. Sebab, terus terang saja, kalo kita simak sendiri, perkembangannya emang bikin pegel yang merasakan. Ada apa sebenarnya?

Sobat muda muslim, kayaknya pas banget jika pertanyaan tadi kita ajukan. Itung-itung buat renungan. Syukur-syukur jika kemudian ada pihak berwenang yang merespon baik. Anggaplah ini sebagai sebuah "protes" kecil ketika kita mencoba menilai tentang mutu pendidikan di negeri kita saat ini. Nggak salah kan? Yup, ini merupakan bagian dari sebuah upaya untuk bisa memberikan yang terbaik untuk pendidikan di masa depan. Siapa tahu kan? Semoga saja demikian.

Masih belepotan

Ibarat seorang tukang bangunan amatir, setiap kerjaan yang dibuatnya masih jauh dari sempurna. Untuk merapikan genteng saja, masih berantakan. Memasang keramik untuk lantai aja, masih mencang-mencong dan bergelombang. Pun ketika bikin pondasi, masih serampangan nyetel ukuran. Sama halnya ketika harus ngecat tembok, masih terlihat "belang-belang". Jadi deh, hasilnya adalah bangunan yang mudah banget untuk roboh atau dirobohkan, dan nggak enak dipandang mata.

Itu soal bangunan. Kalo pengibaratan itu coba kita terapkan juga dalam bidang pendidikan ini, rasanya semua pihak bisa memahaminya deh. Tentunya termasuk kamu yang masih remaja. Coba aja lihat, beban belajar yang berat bikin anak-anak kelenger. Sebagian lagi malah udah jelas-jelas KO. Buktinya, setiap pelajaran apapun yang disampaikan kepadanya selalu berhasil memantul sempurna, alias nggak ada yang masuk satu pun.

Bisa kamu rasakan sendiri. Teman-teman yang masih di SMP, udah dijejali dengan mata pelajaran yang banyaknya minta ampun. Udah gitu materinya langsung yang berat-berat. Emang sih, kalo dipikir-pikir sekilas bagus juga, tapi ini amat berbahaya bagi perkembangan selanjutnya. Apalagi metode yang dipakai di sini, langsung "telan" aja gayanya. Bahkan tragisnya, dengan amat sedikit praktik untuk mata pelajaran yang seharusnya membutuhkan praktik. Jadinya bingung. Asli, tanpa daun.

Misalnya aja, kamu pasti kesulitan dong kalo harus ngebayangin bahwa reaksi antara Natrium Hidroksida dengan Asam Chlorida bakalan menghasilkan garam (NaCl). Reaksi ini, sulit digambarkan kalo nggak dicoba diberikan praktiknya. Sebab, reaksi ini nggak sederhana, harus ada proses evaporasi (penguapan). Jadi bukan hanya teori yang masih mengawang-ngawang. Sama halnya dengan pelajaran matematika, kalo nggak ada aplikasinya kayaknya nggak seru deh. Jangan-jangan nanti belajar banyak matematika malah jadi matematika, alias makin tekun makin tidak karuan. Walah?

Sobat muda muslim, itu satu hal dari beban pelajaran. Berat memang. Bisa dibayangkan tentunya, dengan materi pelajaran yang super banyak itu bukan malah jadi pinter, tapi mereka justru akhirya jenuh. Emang sih, bagi beberapa siswa yang kecerdasannya di atas rata-rata bisa nyetel. Tapi kan persoalannya, pendidikan bukan hanya untuk mereka yang udah cerdas aja, tapi untuk semua. Tul nggak?

Sekarang soal moralitas pendidikan. Mengapa soal ini dibahas juga?

Malasnya pendidik membaca buku rujukan lainnya juga bisa bikin para siswa boring, karena nyaris pendidik cuma memindahkan teks dari buku pegangan. Nggak ada pengembangan sama sekali. Akibatnya, bikin siswa boring. Ujungnya, sangat boleh jadi ada siswa yang malas belajar dan lebih memilih bolos sekolah. Tentu ini diluar anak yang emang hobi bolos. Oya, pelajar yang nyantai juga banyak. Nggak habis pikir deh. Bukan apa-apa, ada aja pelajar yang ke sekolah cuma bawa buku satu, udah gitu dilipat dan dimasukkin ke saku bagian belakang celananya. Mau ngapain ke sekolah? Bingung deh. Udah gitu, ada juga yang pakaian seragamnya mirip-mirip gembel; celana bertambal, dan dicorat-coret pake tipe-ex. Hmm�

Soal moralitas ini juga nampak banget dalam masalah pendidikan agama. Islam khususnya. Sang guru nggak berusaha untuk menjelaskan bahwa pelajaran itu bukan cuma untuk diketahui, tapi wajib dipahami. Artinya, jangan sampe anak hanya pinter ngapalin dalil-dalil, tapi aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari nol. Karena emang nggak dituntut untuk itu. Sholat misalnya, betapa banyak teman-teman yang sebetulnya udah hapal bacaannya, udah hapal gerakannya. Tapi anehnya, sebagian besar dari mereka sholatnya nggak ada yang bener. Ada yang kadarkum, alias kadang sadar kadang kumat. Artinya, lagi sadar, ya sholat. Kalo lagi kumat, ya kagak. Celakanya lagi, sang guru nggak ngecek sampe ke situ. Harusnya kan ada penekanan, pengarahan, dan bimbingan. Supaya paham tentunya. Jangan cuma teori doang. Tapi kudu didukung dengan praktiknya.

Akibat lanjutnya, tentu siswa banyak yang memahami Islam hanya sebatas pengetahuan belaka, bukan dijadikan sebagai pemahaman. Betapa banyak siswa yang tawuran tiada henti, udah nggak keitung jumlahnya siswa yang melakukan seks bebas, kita juga prihatin karena tingkat kejahatan meningkat di kalangan pelajar. Inikah hasil dari pendidikan kita selama ini? Rasanya inilah memang jawabannya. Duh, nyesek banget deh. Bener.

Sobat muda muslim, tentang kesejahteraan bagi tenaga pendidik juga amat memprihatinkan. Bahkan ini bisa jadi mata rantai yang berhubungan secara siginifikan (nyata) dengan kualitas pendidikan. Benar, sebab kita belajar dari orang yang kita sebut sebagai guru. Sementara kalo yang kita saksikan sekarang, gaji guru seringkali nggak cukup bagi mereka untuk menyambung hidup, meski sebulan sekalipun. Gaji guru SD di daerah misalnya.

Penghargaan kepada pendidik yang rendah ini, amat beralasan tentunya bila kemudian perhatian pendidik terbelah. Mikirin siswa, juga mikirin dapur. Apalagi bagi pendidik yang di daerah. Sudahlah peluang nyari tambahan sedikit, masih harus menerima kenyataan pahit, yakni gaji disunat. Jadi, boro-boro untuk beli buku referensi sebagai tambahan mengajar, untuk beli nasi aja repot.Walah?

Sobat muda muslim, ini amat berpengaruh lho kepada kualitas yang dididik. Kalo sang guru aja kurang persiapan dalam mengajar, karena memang waktunya lebih banyak tersedot untuk mikirin dapur supaya ngebul. Gimana dengan muridnya?
Padahal di Jepang, gaji seorang profesor yang ngajar di universitas di sana, ada yang bergaji Rp 1 milyar setahun. Bahkan masih juga ditambah dengan fasilitas dan tunjangan lainnya yang serba wah (Kompas, 22 April 2002).

Bagaimana seharusnya?

Rasanya, tujuan pendidikan kita perlu dipertanyakan lagi. Akan ke mana arahnya? Sampai sekarang masih nggak jelas. Itu sebabnya, kita sulit ngebayangin pelajar Indonesia bisa bersaing di kancah internasional kalo mutunya seperti sekarang ini. Kalo mau nyoba ngebandingin, ada data menarik. Menurut skor yang dikeluarkan World Competitiveness Yearbook 2002, di bidang sains, skor tertinggi diraih Taiwan (569), lalu Singapura (568), Jepang (550), Korea Selatan (549), dan kemudian Hongkong (530). Malaysia (492), Thailand (482), Indonesia (435), dan Philipina (345). (Kompas, 22 April 2002).

Malu deh. Alih-alih bersaing dengan negara lain, di sini aja kita masih kebingungan dengan segudang problem yang ada; kriminalitas pelajar, seks bebas, dan narkoba masih akrab banget dalam kehidupan pendidikan kita. Persoalan lain seperti pengangguran juga adalah bom waktu. Bila dibandingkan antara pengangguran yang terjadi tahun 1997 dan 2000, peningkatan yang terjadi bervariasi antara 74 persen hingga 186 persen. Peningkatan angka pengangguran terdidik terbesar terjadi pada tingkat pendidikan DIII atau akademi. Pada tahun 1997, pengangguran DIII/akademi berjumlah 4.899 jiwa, dan pada tahun 2000 menjadi 14.014 atau naik sekitar 186 persen. (Kompas, 16 Februari 2002). Padahal, data tadi baru di Jawa Timur aja.
Sebenarnya di negara lain juga ada, tapi masih bisa "dihibur" dengan prestasi akademiknya. Meski tetap menurut pandangan Islam segitu itu belum maksimal dan optimal.

Dalam Islam, tujuan pendidikan itu secara singkatnya adalah untuk mewujudkan manusia yang memiliki kepribadian Islam yang handal. Itu saja. Tentu, untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dibuat beberapa metode. Di antaranya: kurikulum pendidikan Islam didasarkan kepada akidah Islam. Bukan akidah yang lain. Kemudian materi sains dan teknologi terapan dibedakan dengan tsaqafah Islam (ilmu yang lahir dari akidah Islam). Materi tsaqafah Islam harus dipelajari sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Untuk semua itu, disediakan fasilitas penunjang seperti perpustakaan, asrama, dan bebas biaya pendidikan, juga tenaga pengajar yang mumpuni. Islam sadar betul akan hal ini. Itu sebabnya, untuk gaji guru aja Islam berani membayar mahal. Ambil contoh di masa Khalifah Umar bin Khaththab ra, gaji guru TK aja sebulan 15 dinar (hampir Rp 5 juta dengan hitungan 1 gram emas seharga Rp 75 ribu). Kamu perlu tahu, 1 dinar sama dengan 4.25 gram emas. Besar sekali bukan?

Tapi...ya, sekarang yang diterapkan kapitalisme. Sistem kehidupan yang emang mengabaikan ajaran agama. Kalo pun kemudian sukses dalam bidang akademisnya, tapi seringkali mencampakkan agama. Rusak memang.

Sobat muda muslim, kita coba mengenalkan Islam dalam persoalan ini. Sebab Islam nggak cuma ngatur urusan shalat semata, tapi juga ngurus pendidikan, bahkan sampe pemerintahan. Inilah Islam sebagai sebuah ideologi. Jadi, bila mutu pendidikan ingin oke, libatkan syariat Islam. Dan syaratnya, tentu saja, terapkan dulu Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebab, tanpa itu mustahil terwujud. Bener lho.

_____________________________
Edisi 095/Tahun ke-3 (29 April 2002)
Untuk berlangganan Offline kirim email ke redaksi@studia.i-p.com
Atau telpon ke 08129565470 ( Oleh Sholihin )
Milis : buletin-studia@yahoogroups.com

Minggu, 21 Maret 2010

LIRIK LAGU

Tuesday, March 10, 2009

Ebiet G Ade - Kosong

Ketika diam menjerat aku
Ke dalam ruang hampa
Angin berhembus tajam mengiris
Menusuk rembulan

Bayanganmu seperti lenyap di sapu gelombang
Perahuku terombang ambing dan tenggelam

Ketika hening merenggut aku
Ke dalam danau jiwa
Suara lanting meronta-ronta
Merobek mentari

Dekapanmu masih terasa hangat dalam dada
Bintang gemintang bersembunyi ke dalam kelam

Kosong, pikiran hampa menerawang
Kosong, langit terasa s’makin gelap
Entah bermimpi tentang apa terpenggal-penggal
Entah senyum kepada siapa aku berserah

Kosong, pikiran hampa menerawang
Kosong, langit terasa s’makin gelap
Mestinya aku hanya diam dalam tawakal
Atau ku urai air mata dalam sembahyang
Atau ku urai air mata dalam sembahyang

Friday, February 13, 2009

Ebiet G Ade - Cintaku kandas di rerumputan

Aku mulai resah
Menunggu engkau datang
Berpita jingga sepatu hitam
Kau bawa cinta yang kupesan

Aku mulai ragu
Dengan keberanianku
Berapa cinta kau tawarkan
Berapa banyak yang kau minta

Aku merasa terjebak dalam lingkaran membiusku
Namun dorongan jiwa tak sanggup ku tahan
Iblis manakah yang merasuk aku memilih cara ini
Mungkinkah aku merasa tak punya apa-apa

Dan ketika engkau datang
Aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu
Lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Ku putuskan untuk berlari
Menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Aku mulai sadar
Cinta tak mungkin ku kejar
Akan kutunggu harus kutunggu
Sampai saatnya giliranku

Dan ketika engkau datang
Aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu
Lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Ku putuskan untuk berlari
Menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Saturday, February 7, 2009

Ebiet G Ade - Cinta di kereta biru malam

Semakin dekat aku memandangmu
Semakin rindu di keningmu
Gelora cinta membara di bibirmu
Gemercik hujan di luar jendela
Engkau terpejam bibirmu merekah
Mengisyaratkan rasa di dadaku

Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
Menahan dingin di kereta biru malam
Kau nyalakan gairah nafsuku
Kau hela cinta di dadaku

Kau ciptakan musik irama tralalalala lala
Kau ciptakan gerak irama tralalalala
Kau ciptakan panas irama tralalalala lala
Kau ciptakan diam, irama tralalala lala, la la la la

Bukti keringat basah bersatu
Nafas birahipun besar
Kereta makin terlambat berhenti
Ku ulurkan lembut tanganku
Ku benahi kusut gaunmu
Engkau tersenyum pergi dan menangis

Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
kini basah bersimbah peluh kita berdua
Kuhempaskan lelah tubuhku
Kubuang cinta di dadaku

Ku ciptakan janji irama tralalalala lala
Ku ciptakan ingkar irama tralalala
Ku ciptakan dosa irama tralalala lala
Ku ciptakan diam irama tralalala lala la, lalala

Friday, November 21, 2008

Ebiet G Ade - Izinkan ku reguk cintaMu

Aku bertasbih bukan hanya karena
Takut akan azab neraka
Aku bertahmid bukan hanya karena
Ingin merebut nikmat surgaMu


Aku bertakbir seluruh jiwa dan raga
Karena sungguh mendambakanMu
MerindukanMu, mencintaiMu
Kekasihku


Izinkan aku membasahi sajadah
Bersimbah air mata dalam sujud
Aku bertakbir seluruh jiwa dan raga
Karena sungguh mendambakanMu
MerindukanMu, mencintaiMu
Kekasihku


Engkaulah yang Maha Perkasa
Engkaulah yang Maha Segalanya..
Ya Allah.., Ya Rahman.., Ya Rahim.., Ya Karim..
S’gala puji bagiMu..


Izinkan aku nunduk memohon ampun
Lafdazkan taubat dan istigfar
Aku bertakbir seluruh jiwa dan raga
Karena sungguh mendambakanMu
MerindukanMu.., mencintaiMu..
Kekasihku..


Engkaulah yang Maha Perkasa
Engkaulah yang Maha Segalanya..
Ya Allah.., Ya Rahman.., Ya Rahim.., Ya Karim..
Segala puji bagiMu..
Izinkan aku reguk cintaMu..

Monday, October 6, 2008

Ebiet G Ade - Camelia II

Gugusan hari-hari
Indah bersamamu Camelia
Bangkitkan kembali
Rinduku mengajakku kesana

Ingin ku berlari
Mengejar seribu bayangmu Camelia
Tak pedulikan ku terjang
Biarpun harus ku tembus padang ilalang

Tiba-tiba langkahku terhenti
Sejuta tangan t’lah menahanku
Ingin ku maki mereka berkata
“Tak perlu kau berlari,
Mengejar mimpi yang tak pasti
Hari ini juga mimpi,
Maka biarkan dia datang,
Di hatimu, di hatimu..”

Tiba-tiba langkahku terhenti
Sejuta tangan t’lah menahanku
Ingin ku maki mereka berkata
“Tak perlu kau berlari,
Mengejar mimpi yang tak pasti
Hari ini juga mimpi,
Maka biarkan dia datang,
Di hatimu.., di hatimu..
Di hatimu.., di hatimu..
Di hatimu.., di hatimu..
Di hatimu.., di hatimu..”

Thursday, August 21, 2008

Ebiet G Ade - Seraut wajah


Wajah, yang s’lalu dilumuri senyum
Legam, tersengat terik matahari
Keperkasaannya tak memudar
Terbaca dari garis-garis di dagu


Waktu telah menggilas semuanya
Ia, tinggal punya jiwa
Pengorbanan yang tak sia-sia
Untuk negeri yang dicintai dikasihi


Tangan dan kaki rela kau serahkan
Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ihklas demi langit bumi
Bersumpah mempertahankan
Setiap jengkal tanah


Wajah, yang tak pernah mengeluh
Tegar dalam sikap sempurna
Pantang menyerah


Tangan dan kaki rela kau serahkan
Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ihklas demi langit bumi
Bersumpah mempertahankan
Setiap jengkal tanah..


Merah merdeka
Demi merdeka
Pernah merdeka

Ebiet G Ade - Untuk kita renungkan


Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat
Ooo singkirkan debu yang masih melekat


Du du du du du..
Du du du.. Oo.. Ooo.. Oo.. ho


Anugerah dan bencana adalah kehendaknya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya
Adalah Dia di atas segalanya


Anak menjerit-jerit
Rasa panas membakar
Lahar dan badai menyapu bersih
Ini bukan hukuman
Hanya satu isyarat
Bahwa kita meski banyak bebenah
Memang bila kita kaji lebih jauh
Dalam kekalutan masih banyak tangan
Yang tega berbuat nista Ooho..


Tuhan pasti telah memperhitungkan
Amal dan dosa yang kita perbuat
Kemanakah lagi kita kan sembunyi
Hanya kepadaNya kita kembali
Tak ada yang bakal bisa menjawab
Mari hanyalah sujud padaNya


Du du du du du
Du du du.. Oo.. Ooo.. Oo.. ho

Ebiet G Ade - Elegi besok pagi


Ijinkanlah kukecup keningmu
Bukan hanya ada di dalam angan
Esok pagi kau buka jendela
Kan kau dapat seikat kembang merah


Engkau tahu aku mulai bosan
Bercumbu dengan bayang-bayang
Bantulah aku temukan diri
Menyambut pagi membuang sepi


Ijinkanlah aku kenang
Sejenak perjalanan
Dan biarkan ku mengerti
Apa yang tersimpan di matamu


Barangkali di tengah telaga
Ada tersisa butiran cinta
Dan semoga kerinduan ini
Bukan jadi mimpi diatas mimpi


Ijinkanlah aku rindu
Pada hitam rambutmu
Dan biarkan ku bernyanyi
Demi hati yang risau ini


Barangkali di tengah telaga
Ada tersisa butiran cinta
Dan semoga kerinduan ini
Bukan jadi mimpi diatas mimpi

Ebiet G Ade - Menjaring matahari


Kabut,
Sengajakah engkau mewakili pikiranku
Pekat,
Hitam berarak menyelimuti matahari
Aku dan semua yang ada di sekelilingku
Merangkak menggapai dalam gelap


Mendung,
Benarkah pertanda akan segera turun hujan
Deras,
Agar semua basah yang ada di muka bumi
Siramilah juga jiwa kami semua
Yang pernah dirundung kegalauan


Roda zaman menggilas kita
Terseret tertatih-tatih
Sungguh hidup terus diburu
Berpacu dengan waktu
Tak ada yang dapat menolong
Selain yang di sana
Tak ada yang dapat membantu
Selain yang di sana


Dialah.. Tuhan
Dialah.. Tuhan..


Roda zaman menggilas kita
Terseret tertatih-tatih
Sungguh hidup terus diburu
Berpacu dengan waktu
Tak ada yang dapat menolong
Selain yang di sana
Tak ada yang dapat membantu
Selain yang di sana..


Dialah.. Tuhan
Dialah.. Tuhan..

Ebiet G Ade - Rembulan menangis


Rembulan menagis
Diserami malam
Bintang buah hatimu
Di cabik tangan-tangan serigala


Bintang-bintang bulan
Beku dalam luka Oh
Untukmu saudaraku
Kami semua turut berduka


Lolong burung malam di rimba
Melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
Duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu
Untukmu


Anginpun menjerit
Badai bergemuruh oh
Semuanya marah
Hanya iblis terbahak, bersorak


Lolong burung malam di rimba
Melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
Duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu


Lolong burung malam di rimba
Melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
Duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu
Untukmu
Untukmu
Untukmu
Untukmu

Ebiet G Ade - Kalian dengarkah keluhanku


Dari pintu ke pintu
Ku coba tawarkan nama
Demi terhenti tangis anakku
Dan ke ibunya


Tetapi nampaknya semua mata
Memandangku curiga
Seperti hendak telanjangi
Dan kuliti jiwaku


Apakah buku diri ini
Harus selalu hitam pekat
Apakah dalam sejarah orang
Mesti jadi pahlawan
Sedang Tuhan di atas sana
Tak pernah menghukum
Dengar sinar matanya yang lebih tajam
Dari matahari


Kemanakah sirnanya nurani embun pagi
Yang biasanya ramah kini membakar hati
Apakah bila terjanjur salah
Akan tetap dianggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali


Kembali dari keterasingan ke bumi berada
Ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang
Tuhan bimbinglah batin ini
Agar tak gelap mata
Dan sampakanlah rasa inginku
Kembali bersatu


Kemanakah sirnanya nurani embun pagi
Yang biasanya ramah kini membakar hati
Apakah bila terjanjur salah
Akan tetap dianggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali

Ebiet G Ade - Cinta sebening embun

Pernahkan kau coba menerka
Apa yang tersembunyi di sudut hati
Derita di mata, derita dalam jiwa
Kenapa tak engkau pedulikan


Sepasang kepodang terbang melambung
Menukik di bawah seberkas pelangi
Gelora cinta gelora dalam dada
Kenapa tak pernah engkau hiraukan


Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu saling membuka diri
Sejauh batas pengertian, pintu pun tersibak
Cinta mengalir sebening embun
Kasihpun mulai deras mengalir
Cemerlang sebening embun


Pernahkan kau coba membaca
Sorot mata dalam menyimpan rindu
Sejuta impian, sejuta harapan
Kenapa mesti kau abaikan


Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu saling membuka diri
Sejauh batas pengertian, pintu pun tersibak
Cinta mengalir sebening embun
Kasihpun mulai deras mengalir
Cemerlang sebening embun
Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu saling membuka diri
Sejauh batas pengertian, pintu pun tersibak
Cinta mengalir sebening embun
Kasihpun mulai deras mengalir
Cemerlang sebening embun

Monday, August 18, 2008

Ebiet G Ade - Titip rindu buat ayah

Dimatamu masih tersimpan
Selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan
Terpahat dikeningmu


Kau Nampak tua dan lelah
Keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah
Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul berat yang makin sarat
Kau tetap bertahan


Engkau telah mengerti hitam
Dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran
Perjuangan


Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkus
Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setiap setia


Ayah.. dalam hening sepi kurindu
Untuk.. menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban


Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkus
Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setiap setia

Ebiet G Ade - Kupu-kupu kertas

Setiap waktu engkau tersenyum
Di sudut matamu memancarkan rasa
Keresahan yang terbenam
Kerinduan yang tertahan
Duka dalam yang tersembunyi
Jauh di lubuk hati
Kata-katamu riuh mengalir bagai gerimis


Seperti angin tak pernah diam
Slalu beranjak setiap saat
Menebarkan jala asmara
Menaburkan aroma luka
Benih kebencian kau tanam
Bahkan lading gersang
Entah sampai kapan berhenti menipu diri..


Kupu-kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Di bias lampu temaram


Membasuh debu yang lekat dalam jiwa
Mencuci bersih dari sgala kekotoran


Aku menunggu hujan turunlah
Aku emngharap badai datanglah
Gemuruhnya akan melumatkan semua
Kupu-kupu kertas


Kupu-kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Di bias lampu temaram
Kupu-kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Di bias lampu temaram
Kupu-kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Di bias lampu temaram

Ebiet G Ade - Nyanyian rindu

Coba engkau katakan padaku
Apa yang seharusnya aku lakukan
Bila larut tiba, wajahmu terbayang
Kerinduan ini semakin dalam


Gemuruh ombak di Pandai Kuta
Sejuk lembut angin di Bukit Kintamani
Gadis-gadis kecil menjajakan cincin
Tak mampu mengusir kau yang manis


Bila saja kau ada disampingku
Sama-sama arungi danau biru
Bila malam mata enggan terpejam
Berbincang tentang bulan merah


Coba engkau dengar lagu ini
Aku yang tertidur dan tengah bermimpi
Langit-langit kamar jadi penuh gambar
Wajahmu yang bening sejuk segar


Kapan lagi kita akan bertemu
Meski hanya sekilas kau tersenyum
Kapan lagi kita nyanyi bersama
Tatapanmu membasuh luka

Ebiet G Ade - Lagu untuk sebuah nama

Mengapa jiwaku mesti bergetar
Sedang musikpun manis ku dengar
Mungkin karna ku lihat lagi
Lentik bulu matamu, bibirmu
Dan rambutmu yang kau biarkan
Jatuh bergerai di keningmu
Makin mengajakku terpana
Kau goreskan gita cinta


Mengapa aku meski duduk disini
Sedang kau tepat di depanku
Mestinya aku berdiri berjalan ke depanmu
Kusapa dan ku nikmati wajahmu
Atau ku isyaratkan cinta
Tapi semua tak ku lakukan
Kata orang cinta mesti berkorban


Mengapa dadaku mesti berguncang
Bila ku sebutkan namamu
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku
Itu pasti, tapi aku tak mau peduli
Sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar ku cumbui bayangmu
Dan kusandarkan harapanku

Ebiet G Ade - Masih ada waktu

Bila masih mungkin kita menorehkan batin
Atas nama jiwa dan hati tulus ikhlas
Mumpung masih ada kesempatan buat kita
Mengumpulkan doa perjalanan abadi


Kita mesti ingat tragedi yang memilukan
Kenapa harus mereka yang pergi menghadap
Tentu ada hikmah yang harus kita petik
Atas nama jiwa mengheningkan cipta


Kita meski bersyukur
Bahwa kita masih di beri waktu
Entah sampai kapan
Tak ada yang dapat menghitung


Hanya atas kasihNya
Hanya atas kehendakMu
Kita masih bertemu matahari
Kepada rumput ilalang
Kepada bintang gemintang
Kita dapat mencoba meminjam catatannya


Sampai kapan kita berada
Waktu yang masih tersisa
Semuanya menggeleng
Semuanya terdiam
Semuanya menjawab tak mengerti
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu


Kita meski bersyukur
Bahwa kita masih di beri waktu
Entah sampai kapan
Tak ada yang dapat menghitung


Hanya atas kasihNya
Hanya atas kehendakMu
Kita masih bertemu matahari
Kepada rumput ilalang
Kepada bintang gemintang
Kita dapat mencoba meminjam catatannya


Sampai kapan kita berada
Waktu yang masih tersisa
Semuanya menggeleng
Semuanya terdiam
Semuanya menjawab tak mengerti
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu

Ebiet G Ade - Berita kepada kawan

Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering bebatuan


Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Kaki tergetar menempa kering rerumputan
perjalanan inipun seperti jadi saksi
Gembala kecil menangis sedih


Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya mengapa
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini


Sesampainya di laut, kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit


Barangkali disana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang


Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya mengapa
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini


Sesampainya di laut, kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit


Barangkali disana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Lirik Ebiet G Ade - Aku ingin pulang

Kemanapun aku pergi
Bayang-bayangmu mengejar
Bersembunyi dimanapun
Slalu engkau temukan
Aku merasa letih
Dan ingin sendiri


Ku tanya pada siapa
Tak ada yang menjawab
Sebab semua peristiwa
Hanya di rongga dada
Pergulatan yang panjang
Dalam kesunyian


Aku mencari jawaban di laut
Ku seret langkah menyusuri pantai
Aku merasa mendengar suara
Menutupi jalan menghentikan petualangan
Du du du du du du du..


Kemanapun aku pergi
Selalu ku bawa-bawa
Perasaan yang bersalah
Datang menghantuiku


Masih mungkinkah pintumu ku buka
Dengan kunci yang pernah ku patahkan


Lihatlah aku terkapar dan luka
Dengarkanlah jeritan dari dalam jiwa
Aku ingin pulang
Aku harus pulang
Aku ingin pulang
Aku harus pulang
Aku harus pulang
(www.liriklagukenangan.blogspot.com)

0 comments